Love Do [Part 2]

Cerita Sebelumnya :

http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150346853850512

----------------------------------------------------------------------------------

“Kei…Keiko..hei, Keiko….” Suara sumbang itu ternyata datangnya dari orang disebelahku, Dewa. Ternyata flashback ku itu aku bawa sampai disekolah.

“Lo ngapain melamun, udah sampai nih..” ujar Dewa dan mengambil tasnya di jok belakang.

Kami berdua pun turun dari mobil. Lonceng masuk belum bunyi. Keiko melihat kearah jam tangannya. Dewa diseberang sedang menyapa beberapa temannya yang kebetulan ada diparkiran mobil.

“Halo, Keiko…” sapa salah seorang teman Dewa.

Aku hanya membalas dengan sebuah senyuman. Itulah kepopuleran yang aku dapat. Semua orang jadi peduli. Peduli akan kebiasaanku membaca di Perpustakaan. Kebiasaanku membawakan Dewa makan siang kalau latihan basket, kebiasaanku mengatasi kemarahan Dewa yang tempramen itu, juga kebiasaanku yang selalu jadi baby sitter Dewa. Dimana ada Dewa pasti ada Keiko, itulah sebutan untuk kami berdua.

“Hei……aku duluan, ya, harus ngerjain beberapa PR yang belum sempat dikerjain semalam..” bisik Keiko saat ia merasa dicueki. Dewa hanya mengangguk.

“Oke, entar kalau lonceng istirahat pertama aku nunggu depan kelas..” kata Dewa seraya mengelus pipi Keiko.

Keiko hanya tersenyum dan melangkah pergi.

Mengelus pipi adalah kebiasaan baru Dewa selain memegang tanganku. Semenjak memulai hubungan ini Dewa rajin menunggu ku didepan kelas, menjemput dan mengantarku pulang, kekantin bersama, semuanya dilakukan bersama, walaupun kami tak sekelas. Padahal, dulunya kesekolah aku diantar ayah, dan pulangnya naik bus. Segalanya berubah. 180 derajat. Kecuali kebiasaanku yang sering membaca di perpustakaan.

Aku mau menggaris bawahi tentang hubungan ini. Hubungan yang tak pantas dikatakan sebagai pacaran. Aku dan Dewa sebenarnya terikat akan sebuah perjanjian. Sehari setelah mengatakan cintanya, Dewa memberikan aku sebuah kertas foto kopian yang isinya sebuah perjanjian. Dimana Dewa hanya ingin melarikan diri dari kata Populer yang selalu mengikutinya. Makanya ia memilihku sebagai tameng dari kepopuleran yang tak disukainya. Cewek kuper, sederhana, tak tampak, dan jauh dari tipe cewek seorang Mr.Perfect. Hubungan ini hanya berlangsung hingga kami lulus dari SMU. Ia membubuhi perjanjian itu dengan tanda tangan atas namanya. Sungguh sikap yang sangat egois. Tanpa persetujuanku ia dengan enaknya menuliskan hal yang harus dan tidak boleh aku lakukan selama masih berseragam putih abu-abu, selama masih menyandang gelar PACAR Dewa.

Mona, sahabat ku adalah satu-satunya yang mengetahui tentang perjanjian tersebut. Aku beruntung memiliki sahabat seperti Mona. Ia mengerti akan keadaan yang tak menyenangkan ini. Namun karena hubungan ini aku merasa kehilangan waktuku untuk berbagi cerita dengan Mona. Namun ada sisi positifnya juga berhubungan dengan Dewa. Aku jadi memiliki banyak teman. Dulu aku hanya menghabiskan waktu di kelas, di Perpustakaan dan di rumah. Apalagi setelah restoran ayah mendapat omzet besar dari salah satu perusahaan tempat almarhum Bunda dulu bekerja. Aku jadi jarang menemani ayah, membantunya direstoran. Soalnya ayah sudah memiliki banyak karyawan.

Hah…Bunda, aku sangat rindu pada mu. Tak lama lagi genap 3 tahun engkau meninggalkan ku dan ayah sendirian. Aku tahu hidup harus terus jalan walau tanpa mu. Tapi aku tak punya kenangan indah yang kumiliki sebelum kau pergi. Yang ada hanya penyesalan yang tak bisa aku lupa sampai aku tua nanti. Maafkan Keiko, Bunda..!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lonceng istirahat pertama berbunyi. Seperti biasa jam pelajaran pertama pun berakhir. Siswa-siswi nampak berebutan keluar kelas. Tapi tidak dengan Keiko. Ia hanya duduk dikursinya dan menyalin beberapa catatan dipapan.

“Keiko…masih mencatat…?”.

Keiko berbalik kebelakang dan memamerkan senyum manisnya pada Didit, salah satu sahabatnya juga sejak kelas 1.

“Iya, nih…kenapa? Mau minjam catatan gue lagi, ya?” Keiko tersenyum lagi dan berbalik kedepan. Tak lama kemudian Didit muncul dibangku sebelahnya yang kosong.

“Iya, gue mau minjam catatan lo, soalnya gue tuh belum sarapan tadi pagi sebelum ke sekolah jadi malas aja mencatat. Boleh dong..”

“Boleh-boleh saja, tapiiii…ada syaratnya…”

“Apaan?”.

Keiko lalu menutup bukunya. Ia pun duduk menghadap Didit.

“Mona hari ini kan nggak masuk sekolah, bisa nggak lo kerumah dia entar sore dan suruh dia datang ke lapangan Basket ?, ada yang mau gue omongin, penting..”

“Ya ampun, Kei, lo nggak ada pulsa apa untuk telfon kek, atau sms, gitu. Rumah Mona ama rumah gue tuh berlawanan arah, apalagi hari ini gue nggak bawa kendaraan. Gue nggak mau, ah, nyambung bus 2 kali. Capek deh…” Didit mengeluh.

“Bukannya nggak ada pulsa, Dit. Soalnya gue pengen ngasih sesuatu sama dia, tapi gue nggak bisa. Gue sibuk hari ini”.

“Sibuk apaan?. Sibuk jadi nyonya Dewa lagi?”, tanya Didit disambut anggukan Keiko.

“Mau ya, Dit? Please…” pinta Keiko seraya menepuk pundak Didit dengan kepalan tangannya.

“Ya udah, gue mau. Sekarang bukunya kasih gue, lo pergi aja ke kelas Dewa. Entar lo dicari lagi..” kata Didit membuat Keiko senang.

“…oke, makasih banyak ya, Dit”. senang Keiko dan berlalu keluar kelas.

Keiko pun menuju kekelas Dewa. Kelas Dewa masih tertutup. Keiko menggaruk hidungnya. Kebiasaannya kalau lagi bingung. Saat Keiko memutuskan untuk kembali ke kelas, ada yang membuka pintu kelas Dewa. Keiko terkejut saat yang keluar adalah bu Wastri. Guru Matematika. Keiko pun buru-buru memberi salam.

“Loh, Keiko. Nyari Dewa ?” tanya bu Wastri kemudian.

“Eh, cuma mau mastiin, ulangannya udah selesai atau belum. Itu aja kok, bu,” aku Keiko malu-malu.

“Masih ada 30 menit lagi. Soalnya ibu agak telat ngasih ujian. Kamu kalau ada perlu sama Dewa nggak apa-apa kok. Ibu panggilin, ya?”

Keiko baru saja mau memohon nggak usah dipanggil, tapi ia kalah cepat. Bu Wastri memanggil Dewa yang langsung dapat sambutan riuh. Keiko menggaruk hidungnya lagi. Padahal kalau nggak jadi kekantin dia sudah merencanakan untuk pergi ke Perpustakaan, mau melanjutkan membaca beberapa buku yang harus dilanjutkannya setelah hampir seminggu ia tak menginjak perpustakaan gara-gara harus menemani Dewa makan siang terus. Kan bagus kalau Dewa nggak ada. Konsentrasi untuk baca buku lebih santai.



Dewa pun keluar dari kelasnya seraya menutup pintu.

“Apaan?” tanya Dewa dengan wajah cemberut. “ Gue lagi ujian, nih..”

“Iya, gue tahu. Cuma mau bilang kalau gue mau ke perpustakaan. Kalau mau ketemu, cari gue disana saja, soalnya ponsel gue matiin.” Kei sedikit berbisik.

Dewa tak menjawab. Hanya diam seraya memandang tajam kearah Keiko. Keiko jadi bingung memperhatikan raut wajah Dewa yang nampak berpikir. Apa ada yang lucu dengan wajahku hari ini?.

“Ya udah, gue pergi ya…” Keiko jadi bosan sendiri. Tapi Dewa menahan tangan Keiko. Dewa terlihat salah tingkah dan buru-buru melepas tangan Keiko.

“Kei, muka lo pucat. Semalam begadang lagi, ya?” tanya Dewa membuat Keiko memegang kedua pipinya.

“Masa’ sih?, emang iya gue pucat? Nggak tahu nih, padahal semalam nggak begadang kok, koneksi di warnet semalam bagus, jadi nggak terlalu lama cari wallpapernya Vince Carter sama New York Knicks pesanan lo ” Keiko mulai khawatir pada dirinya sendiri. Dewa jadi tak enak semalam sudah menyuruh Keiko ke warnet untuk cari wallpaper para jagoan basket NBA kesukaannya. Ia pun mengacak rambut Keiko.

“Ya udah, jam pelajaran kedua gue kosong. Entar gue kesana…”

Keiko mengangguk dan melambaikan tangan. Sepeninggal Keiko, Dewa tak konsentrasi mengerjakan ujian Matematika nya. Ia teringat kata-kata Jimmy di parkiran tadi pagi, sesaat setelah Keiko pamit duluan untuk masuk kekelasnya. Kalimat yang benar-benar mengusik pikirannya....

------------------------------------------------------------------------------------------------------

To Be Continued :............

0 komentar:

Posting Komentar