Love Do [Part 4]

Dikantin, Jimmy dan Bobi sedang makan siang sambil ngobrol ketika Dewa datang bergabung dengan mereka.

“Loh, kok sendirian sih, man…” tegur Jimmy.”…pacar lo mana?”

Dewa hanya tersenyum tipis.

“Kok lo kayak nggak ada gairah gitu…?berantem ya?” tanya Bobi kemudian karena yang ditanya hanya menunduk seraya memainkan handband nya.

“Gue rasa elo benar Jim. Gue selama ini nggak adil sama Keiko. Gue terlalu mengekang dia. Gara-gara omongan lo tadi pagi, gue nggak bisa konsen ke pelajaran. Udah gitu tadi gue ujian. Dan Keiko hari ini tuh pucat banget. Gue kasihan aja ngelihatnya. Semalam gue udah nyuruh dia ke warnet kompleks, soalnya koneksi internet dirumah lagi jelek. Gue rasa…”

“Hei, lo kalau mau curhat satu-satu dong. Jangan sampai belepotan begitu. Terang aja lo pusing, soalnya elo orang yang selalu ingin menyelesaikan masalah setelah masalah yang lain muncul.” Kata Jimmy.

“Soalnya gue kepikiran terus, gue salah banget ya?”

“Ya iyalah, elo terlalu memaksakan keinginan lo yang sebenarnya nggak penting. Pasti Keiko tahu itu, tapi karena dianya nggak mau jadi beban, dia dengan santai tanpa basa-basi mau bantu. Walau mungkin nggak dengan sepenuh hati.”

Dewa hanya diam mendengarkan.

“Gue mau nanya sama lo, Wa'. Kenapa saat Ultah sekolah tangan lo lalu tertuju sama Keiko..”tanya Bobi yang memang nggak tahu apa-apa. Jimmy yang sudah tahu hanya tersenyum dan Dewa tahu maksud dari senyum Jimmy. Bobi juga perlu tahu.

“Sebenarnya sejak pembagian kuisioner gue udah malas melihat ada kategori Cowok Terpopuler. Di situ gue udah mulai hunting cewek-cewek yang menurut gue selama ini sembunyi. Gue hampir putus asa. Karena lo tahu sendiri sekolah ini gudangnya cewek popular. Tapi sewaktu selesai latihan basket dilapangan sekolah, gue mau ke ruang ganti. Dan gue lewat depan perpustakaan. Disitu gue ngelihat dia lagi kunci pintu perpustakaan. Dia sempat ngelihat gue, tapi hanya menoleh sekilas trus pergi. Padahal gue udah mau pasang senyum. Gue tersinggung aja karena nggak ada satu pun yang nggak kenal gue. Semua cewek disekolah tuh kayaknya kalau ketemu gue pasti nyapa duluan. Tapi dia nggak, langsung pergi seperti gue tuh nggak ada disitu. Penasaran dong gue. Besoknya gue buntutin dia terus. Dia kan hobi banget naik sepeda. Satu-satunya sepeda yang markir diparkiran motor adalah punya Keiko. Gue buntutin dia.Eh, ternyata dianya satu kompleks ama gue. Tapi beda blok, dia ada di Blok depan, dekat rumahnya pak RT. Dari situ gue udah yakin banget kalau Keiko adalah orang yang pantas gue tunjuk malam itu…supaya gue nggak dikejar-kejar lagi sama cewek-cewek nggak penting itu. Dan Keiko mau aja gue ajakin pacaran sementara”

“Apa…? Sementara aja jadi pacar lo? Jadi lo nggak serius ya sama dia? Lo kejam banget jadi cowok. Cewek baik kayak Keiko tuh nggak pantas lo mainin. Dia terlalu baik buat cowok seperti lo, Wa'.”

Dewa tak menyangka Bobi menanggapinya dengan serius. Jimmy hanya memandang Dewa.

“Bob, ada yang belum lo ngerti. Dan ini berat gue sampein. Karena…kalau semua orang tahu gue bakal dibilang pecundang. Tapi satu hal yang lo perlu tahu, gue nggak pernah bermaksud untuk mainin Keiko.” Ujar Dewa. Jimmy menaikkan keningnya. Keiko sedang menuju kearah mereka. Tapi Jimmy pura-pura tak melihat.

“Lo memang pecundang, Wa'. Gue nggak nyangka elo tega. Jadi selama ini lo hanya berpura-pura mesra dihadapan kita semua biar lo dibilang cowok hebat, gitu..?”.

“Bobi, dengerin gue, alasan kenapa gue meminta Keiko jadi pacar sementara, karena gue capek selalu dibilang cowok popular. Gue capek dalam kesendirian gue setelah gue putus dari Lana.”

Jimmy terkejut dengan kalimat yang keluar dari mulut Dewa. Terlebih Keiko ada sedang berdiri tepat dibelakangnya. Jimmy tahu Keiko pasti mendengarnya.

“Halo…” Keiko lalu menyapa mereka. Mengisi kekosongan yang terjadi karena Bobi dan Dewa berdebat.Keduanya yang membelakangi Keiko lalu berbalik bersamaan. Keiko hanya memasang senyumnya dan ikut duduk disebelah Jimmy.

“Kok udah ada disini…baca bukunya sudah selesai?” tanya Dewa.

“Oh, enggak kok, nih tadi aku ketemu sama Lana di Perpustakaan, trus ngasih ini nih buat kamu.” Keiko lalu menyodorkan kotak dari Lana kearah Dewa. Dewa mengambilnya seraya menghela napas panjang.

“Kamu ngapain ngobrol dengan Lana? Kan aku udah bilang, jangan pernah ngobrol dengan cewek seperti dia.”

Jimmy menggelengkan kepalanya melihat Dewa mulai dengan kebiasaan buruknya. Keiko hanya diam karena Bobi tak berhenti memandangi Dewa dan Keiko secara bergantian.

“….aku nggak ngobrol dengan Lana, dia yang nyamperin aku, trus ngasih tuh kotak. Eh, kok nggak bilang sih kalau hari ini Ultah Lulu. Aku kan bisa nyiapin sejak semalam kue Ulang Tahun buat dia….” Keiko menyegarkan kembali suasana. Dewa lalu melototkan matanya. Rupanya dia baru mengingat kalau hari ini ulang tahun Lulu, adik semata wayangnya.

“Ya ampun, iya, hari ini tanggal 10 Februari kan? Ulang tahun Lulu tuh. Kok gue juga bisa lupa ya?” Dewa lalu mengeluarkan ponselnya dari kantong celana dan memencet sebuah nomor. Keiko tak sabar menunggu siapa yang dihubungi Dewa.

“Halo/halo mbok/Dewa' nih/iya/eh mbok tolong bilang sama pak Diman, hari ini nggak usah jemput Lulu di Sekolahnya, biar Dewa dan Keiko yang jemput/Iya, bener ya, tanya pak Diman/Iya…makasih mbok..” Dewa pun menyimpan kembali ponselnya.

“Loh, kenapa pak Diman dilarang jemput Lulu..?” tanya Keiko bingung. Dewa tersenyum karena Keiko lupa menggaruk hidungnya. Muncul sebuah ide dikepalanya. Saking bahagianya mendapat ide cemerlang, Dewa lalu menyentuh hidung Keiko. Keiko tambah bingung. Dewa malah tertawa melihat ekspresi Keiko. Suasana kembali ceria.

Saat pulang Keiko menunggu Dewa di parkiran. Dewa sedang tak enak badan. Mungkin karena belum sarapan. Tadi waktu dikantin ia juga lupa makan. Maagnya kambuh. Terlalu bahagia dengan idenya tadi. Tapi kekosongan perutnya membuatnya tak bersemangat untuk memulai idenya bekerja.

“Kenapa?” tanya Dewa dengan kasar karena merasa canggung dilihati Keiko.

“Nggak. Kamu tuh yang kenapa, Kok nggak bersemangat gitu, lagi enggak enak badan ya?”, Keiko malah sebaliknya, dia mendekat dan menyentuh kening Dewa. Dewa malah menjauh. Dia buru-buru naik ke mobil. Keiko ikutan kesal. Tapi dia tak pernah melihat Dewa seperti ini. Mungkin nggak ya, Dewa lagi sakit. Keiko pun bergegas naik ke mobil.

“Kamu kenapa, sih…tau nggak, seandainya ada orang yang ngelihat kamu tadi menghindar saat aku sentuh kening kamu, mereka pasti pada curiga..” ujar Keiko.

“Bodo ah, nggak usah pake ‘aku-kamu’. Udah nggak ada orang…” kesal Dewa yang sedang bersandar dijok kursinya. Keiko juga kesal diperlakukan seperti ini. Ia hanya memandang keluar. Dasar cowok aneh, tadi pagi marah,

diperpustakan manis banget, dikantin ngambekan, nggak lama kemudian bikin penasaran, eh sekarang bikin dongkol. Manusia jenis apa sih, nih cowok. Capek banget tiap harinya seperti ini.

Keiko lalu berbalik kearah Dewa karena Dewa tak menyalakan mesin mobilnya dari tadi. Keiko mengerutkan dahi melihat Dewa yang memejamkan mata, seperti sedang menahan sakit.

“Wa', kamu kenapa…” Keiko lalu menyentuh kembali kening Dewa. Ia masih menahan sakit di perutnya.

“Kamu nggak panas, kok. Kamu lagi nggak enak badan?, ya udah, nggak papa aku aja yang nyetir..., yah…sekarang tukaran tempat…” Keiko panik bukan main. Dewa membuka matanya dan menoleh kearah Keiko yang sibuk menaruh tasnya di jok belakang.

“Dasar cewek aneh….sejak kapan lo bisa nyetir mobil?, setahu gue hanya sepeda yang bisa elo kendarai dengan baik…” Dewa tertawa setelah mengatakan itu. Kontan Keiko yang bersiap untuk turun dari mobil langsung berhenti. Ia baru sadar kalau dia nggak bisa nyetir. Dasar aneh. Ia pun kembali menoleh kearah Dewa. Dewa menggelengkan kepalanya karena merasa lucu dan kembali menutup matanya.

“Ya udah, kasih tau aku dong kamu kenapa…jangan bikin aku panik…” ujar Keiko dengan suara bergetar. Dewa merasakan itu. Dan ia kembali membuka matanya, memandang Keiko. Keiko hanya terdiam memandang Dewa, wajahnya begitu kusut menunggu Dewa bicara.

“Kita cari bantuan kek, atau telfon Jimmy aja, ya. Kamu harus jemput Lulu kan di sekolahnya…kasihan dia pasti udah nunggu dari tadi apalagi kamu udah ngelarang pak Diman jemput.” Keiko mengingatkan. Dewa tersenyum kemudian.

“Kok malah senyum, sih…” tanya Keiko bingung. Dewa hanya menggeleng.

“Dewaaa', aku serius aku lagi panik sekarang. Kamu kenapa? Tuh keringat kamu …ya ampun, kamu sakit beneran, Wa'…muka kamu pucat….” Keiko makin panik karena Dewa mulai berkeringat. Keiko lalu mengambil tisu dan mengusap keringat Dewa. Dewa merasa tenang dan kembali memejamkan matanya.

Kenapa Keiko begitu perhatian, dalam keadaan apapun, Keiko selalu membuat aku nyaman. Apa kah Keiko juga merasa nyaman ada di dekat aku? Aku selalu membuatnya seperti ini. Panik. Dan aku selalu berpura-pura tak mau tahu. Padahal sebenarnya aku peduli pada Keiko. Aku merasa aman ada didekatnya. Walaupun seharusnya akulah yang harus membuatnya aman berada didekatku. Maafin aku, Kei. Aku tak bisa mengatakannya langsung. Aku takut hanya akan menyakiti kamu. batin Dewa.

“Wa',Dewa'…jangan pingsan dong…” Dewa terkejut seketika ketika Keiko menepuk-nepuk pipinya. Dewa segera menepis tangan Keiko, ia merasa risih. “Aduh….Kei, sakit…jangan dipukulin pipinya…aku nggak pingsan kok…Maag aku tuh kambuh..” Dewa akhirnya memberitahu penyebab sakitnya. Keiko langsung menghela napas. Bersandar kejok kursinya. Namun masih memperhatikan Dewa. Dewa yang berusaha tersenyum membuat Keiko mendorong wajah Dewa karena kesal telah dibuat panik. Dewa tertawa kecil dan kembali menoleh kearah Keiko. Keiko tersenyum tapi matanya agak berkaca-kaca. Ini kesekian kalinya Keiko telah menyentuh perasaan Dewa. Dewa merasa bersalah telah membuat Keiko panik.

Ayo, Kei…marahi aku…aku memang jahat dan pantas kamu marahi. Ayo, Kei…aku ingin dengar kamu marah.

“…dasar cowok aneh…kamu sudah berhasil membuat aku benar-benar panik. Tahu nggak, udah berapa kali kamu diingatkan sama mama kamu untuk sarapan sebelum kesekolah. Dan kalau lagi lapar, marah kamu nggak ketulungan. Semua orang dimarahi nggak jelas. Kamu nggak bisa begini seterusnya. Kamu nggak bisa selalu menyiksa diri sendiri. Ada orang yang nggak bisa makan karena ia nggak punya sesuap nasi. Kamu…kamu punya segalanya, kamu diberi kelebihan rejeki. Harusnya kamu lebih sayang sama diri kamu sendiri…” Dewa tersenyum akhirnya Keiko mau memarahinya dan menasehatinya. Biasanya dialah yang selalu memarahi Keiko kalau lalai.

“Jangan hanya tersenyum…hari ini sudah cukup kesabaran aku udah nahan keinginan aku untuk marah…aku capek..” Keiko lalu mengambil sesuatu dijok belakang. Kotak makan siangnya.

“Aku nggak peduli kamu suka atau nggak, kamu harus makan ini..” Keiko lalu membuka tutup kotak makan siangnya dan membuat mobil Dewa berbau udang. Dewa langsung mual.

“Ini namanya kamu nyiksa aku…aku nggak suka, ah…” Dewa menghindar. Keiko lalu memaksa Dewa membuka mulutnya. “Nggak usah bawel, ya…hari ini ulang tahun Lulu, kalau kamu sakit dia nanti malah sedih…ayo, dimakan…” Keiko masih memaksa. Dewa terus menghindar dan membekap mulutnya sendiri.

“Kalau setelah memakan udang bau itu aku langsung muntah dan kentut, gimana..?” kata Dewa beralasan.

“Kamu nggak akan muntah. Dan aku lebih senang cium bau kentut daripada harus mencium bau parfum mobil kamu…” ujar Keiko.

“Oke, aku makan, tapi ingat ya…aku makan karena aku baru tahu kamu kalau marah jelek banget, kedua, karena maagaku sakitnya minta ampun dan ketiga aku makan karena demi Lulu, keempat…karena nggak mau kamu sedih ngelihat aku sakit tadi…” ujar Dewa beralasan membuat Keiko tersenyum.

“Ya udah, aku ke pos satpam dulu ya, kayaknya pak Mundi masih jaga di pos tuh…” Keiko lalu buru-buru turun.

“Loh, mau ngapain disana…?” tanya Dewa.

“Mau ngambilin kamu minum…air minum untuk latihan basket kemarin tuh habis..” ujar Keiko dan bergegas pergi.

Dewa tersenyum dan memandangi isi kotak makan siang Keiko. Inilah semua makanan kesukaan Keiko. Dewa merasa lucu, tanpa harus menutup hidungnya untuk menahan bau udang yang tak disukainya, makan siang Keiko ludes disantapnya. Tak lama kemudian Keiko kembali dengan membawa sebotol air minum.

“Haaa…rupanya habis juga udang yang dibenci oleh Dewa…” ujar Keiko merasa lucu. Dewa hanya memonyongkan bibirnya dan mengambil paksa botol air minum ditangan Keiko.

“Tapi udah enakan kan perutnya…?” tanya Keiko dan dijawab dengan anggukan kepala.

Thanks to you…” kata Dewa membuat Keiko tertawa cekikikan.

“Seorang Dewa mengucapkan terima kasih untuk pertama kalinya kepada Keiko, kekasihnya tercinta. Semoga ini bukan yang terakhir kalinya kata itu keluar dari mulutnya. Walaupun nggak tulus.” Kata Keiko berpuisi membuat Dewa keselek air. Dewa lalu mencubit pipi Keiko. Keiko tertawa disela perihnya menahan sakitnya cubitan Dewa.

“Eh, itu hanya karena aku merasa bersalah sudah membuat kamu panik, cewek aneh…”

“Alaaaah…nggak usah malu-malu lagi…” ujar Keiko disela tawanya.

“ahh…rese’..udah, sekarang kita jalan, jemput Lulu…pasti dia lagi nangis…he..he..” ujar Dewa saat mengingat idenya dan menyalakan mesin mobilnya.

Ya…terima kasih atas semuanya, Kei. Kamu benar ini pertama kalinya aku mengatakan terima kasih,tapi aku tulus mengatakannya. Entah darimana datangnya keberanian itu. Kamu pantas menerimanya, karena kamu orang baik. Dan Bobi benar, kamu terlalu baik untuk cowok seperti aku. Angkuh, pemarah, bossy, dan egois. Tolong bantu aku keluar dari semua ini, Kei. Hari ini kamu sudah menghadirkan Dewa yang sebenarnya. Dewa yang selama ini bersembunyi dibalik kepopulerannya. Dewa yang selama ini takut menutupi kekurangannya. Dan aku butuh saat-saat ini dengan kamu, Kei.

---------------------------------------------------------------------------------------

To Be Continued....!!!

0 komentar:

Posting Komentar